MASALAH-MASALAH YANG DIHADAPI DALAM PROSES PENDISTRIBUSIAN DENGAN METODE ONE-STAGE PADA SPBU
PENGUMPULAN DATA
Kendala yang dihadapi perusahaan dalam mendistribusikan produknya datang dari sisi internal maupun eksternal. Dari sisi internal kendala dapat berasal dari kebijakan yang dikeluarkan perusahaan menyangkut distribusi dan pelayanan, serta sarana-prasarana penunjang dalam distribusi. Sedangkan dari sisi eksternal, kendala dapat berasal dari cara pendistribusian dan tempat yang dituju (SPBU) dan konsumen.
A. Kendala internal
Dari sisi internal, Pertamina mempunyai masalah dalam hal proses transisi menuju perusahaan yang mampu menerapkan GCG (good corporate governance) secara konsisten, inefisiensi dalam hal eksplorasi, eksploitasi, produksi, dan distribusi, serta hambatan dalam hal investasi.
Dari sisi regulasi, Pertamina menghadapi masalah dalam hal pricing, distribusi, dan penataan sektor. Dari sisi pengambilan keputusan, Pertamina menghadapi masalah pemenuhan kepentingan publik yang erat kaitannya dengan Pertamina sebagai pelaksana fungsi PSO (public service obligation), serta kentalnya intervensi politik.
1. Kebijakan
Kebijakan distribusi PT Pertamina dapat dilihat dari Program Transformasi yang telah dimulai pada tahun 2006, yaitu suatu program dalam upaya melakukan perubahan untuk memposisikan diri menjadi lebih baik dalam menyikapi tantangan bisnis dan lingkungan usaha yang terus berkembang. Program Transformasi Pertamina dilakukan secara terencana dan bertahap dalam kurun waktu per tiga tahun yang disebut sebagai Repetita (Rencana Pembangunan Tiga Tahun). Sesuai visi perusahaan maka target Program Transformasi Pertamina pada tahun 2014 yaitu menjadi Perusahaan Minyak Nasional Kelas Dunia, dengan konsep Tata Nilai 6C yaitu Clean, Competitive, Confident, Costumer Focused, Commercial dan Capable. Salah satu bentuk dari Program Transformasi di bidang Costumer focused adalah berorientasi pada kepentingan pelanggan, komitmen untuk pelayanan yang terbaik dan meningkatkan citra perusahaan di masyarakat. Upaya ini bukanlah kerja yang ringan, namun membutuhkan kerja keras dari internal Pertamina sebagai perusahaan penyedia energi dan memerlukan dukungan masyarakat tentunya.
Pertamina dituntut untuk meningkatkan mutu pelayanan, salah satu upaya yang telah dan sedang dilakukan yaitu pada SPBU Pertamina melalui program Pertamina Pasti Pas.
2. Sarana dan prasarana
Kendala yang dihadapi PT Pertamina dalam hal sarana dan fasilitas baik bidang pengadaan maupun distirbusi BBM (misalnya, untuk Wilayah DKI Jakarta/sekitarnya dan Merak/sekitarnya) salah satunya mencakup transportasi.
Sarana dan fasilitas atau lembaga yang berperan dalam pendistribusian bahan bakar minyak dan gas bumi umumnya melakukan kegiatan penerimaan, penimbunan dan penyaluran bahan bakar. Sarana dan fasilitas penerimaan dan penimbunan tersebut antara lain: Instalasi atau Depot Bahan Bakar atau Filling Plant, Stasiun pengisian BBM untuk TNI, Stasiun pengisian bahan bakar minyak untuk umum (SPBU), Premium Solar Packet Dealer (PSPD), untuk mengisi bahan bakar minyak solar untuk kapal, Stasiun pengisian bahan bakar minyak untuk bunker (SPBB), pengisian bahan bakar untuk kapal, Bunker Pertamina.
Sarana transportasi distribusi bahan bakar minyak dan gas bumi tersebut antara lain: a.Kapal Tanker; digunakan untuk mengangkut BBM atau Non-BBM dari kilang ke instalasi atau depot bahan bakar. b.Instalasi/Depot Bahan Bakar; digunakan untuk menerima dan menampung BBM atau Non-BBM untuk didistribusikan ke dealer atau ke konsumen. c.Mobil/truk tangki; digunakan untuk mengangkut BBM atau Non-BBM dari instalasi ke Dealer atau ke Konsumen. d.Tongkang; merupakan sarana angkutan BBM atau non-BBM di sungai. Tongkang digunakan di daerah yang memanfaatkannya sebagai sarana transportasi. e.Rail Tank Wagon (RTW); merupakan sarana angkutan BBM atau non-BBM dengan kereta api. f.Tangki Timbun; sarana yang digunakan untuk menimbun BBM atau non-BBM dalam jangka waktu tertentu, sebelum disalurkan ke dealer atau konsumen. g.Tangki Terapung (Floating Storage); sarana yang digunakan untuk menimbun BBM atau non-BBM dalam jangka waktu tertentu, sebelum disalurkan ke dealer atau konsumen yang terletak terapung di laut. Contoh di Teluk Jakarta terdapat tangki terapung yang merupakan supply point solar dan minyak tanah untuk Jakarta, Semarang dan Surabaya. h.Pipa; merupakan sarana untuk menyalurkan BBM atau gas bumi dari kilang ke depot/instalasi bahan bakar, atau ke SPBG atau ke Dealer atau langsung ke konsumen. Pada jaringan ini biasanya dilengkapi dengan pompa, filter, meter arus dan filling shed. Lembaga penyalur lain sesuai dengan ketentuan Pertamina, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG), Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE), Stasiun Pengisian Bahan Bakar Elpiji (SPBElpiji), Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU), dan lain-lain.
B. Kendala Eksternal
Kendala eksternal dalam pendistribusian produk dibagi menjadi kendala dalam sistem distribusi dan kendala pada tempat tujuan (SPBU dan konsumen).
Distribusi BBM dari kilang sampai ke SPBU dan konsumen rawan sekali terjadinya kendala teknis dan penyelewengan yang menyebabkan kelangkaan BBM. Dari 6 kilang Pertamina yang masih beroperasi sebagian sudah berumur tua dan banyak mengalami kendala dalam operasi karena hampir tidak ada peremajaan kilang secara signifikan. Selain itu juga belum ada investor yang mau membangun kilang minyak baru di Indonesia. Hal ini mungkin disebabkan karena di masa datang bisnis pengolahan minyak mentah menjadi BBM kurang menguntungkan bila dibanding dengan trader atau pedagang BBM. Mengolah minyak di kilang akan menimbulkan biaya dan resiko tinggi dibanding trader BBM yang cukup dengan menyewa tempat plus peralatan kantor dan tiga orang pegawai saja sudah dapat menjual BBM.
Sistem distribusi bahan bakar minyak dan gas bumi untuk sektor transportasi yang dipakai atau dikembangkan dipengaruhi oleh faktor lokasi dan jarak konsumen dengan depot bahan bakar, fasilitas dan sarana distribusi yang menunjang serta jenis konsumen dan jenis bahan bakar yang dibutuhkan.
Di wilayah DKI Jakarta/sekitarnya kebutuhan BBM dipasok oleh Depot Plumpang, sedangkan wilayah Merak/sekitarnya dipasok oleh Depot Merak. Saat ini Kedua Depot ini menghadapi kendala dalam memenuhi kebutuhan BBM yang terus meningkat.
1. Di Depot Plumpang, angka ketahanan stock masing-masing BBM (premium, kerosene, solar) kurang dari 17 hari, hal ini dinilai sangat kritis. (17 hari merupakan jangka waktu ketahanan stock ideal yang ditetapkan oieh Pertamina DIT.PPDN).Untuk meningkatkan ketahanan stock sampai min. 17 hari, Depot tersebut menghadapi kendala: keterbatasan kapasitas tangki, frekuensi angkutan mobil tangki distribusi, serta keterbatasan lahan.
Posisi Depot Plumpang saat ini sudah berada di daerah pemukiman padat, dan lokasi yang lebih rendah (bila turun hujan terjadi banjir). Selain itu Depot Plumpang juga menerima dampak yang akibat terbatasnya kemampuan dermaga Instalasi Tanjung Priok dalam menampung kapal tanker. Dermaga Tanjung Priok terletak pada alur pelayaran umum, dan frekuensi pelayaran saat ini terus meningkat; hal ini mengakibatkan terganggunya kegiatan pengadaan BBM ke Instalasi Tanjung Priok. Karena Depot Plumpang menerima pasokan dari Instalasi TP. maka pengadaan BBM di Depot Plumpang juga mengalami gangguan. Kelangkaan BBM semakin mengancam dengan terbakarnya salah satu tanki penampung Premium Depo Pertamina di Plumpang 18 Januari 2009 lalu.
2. Di Depot Merak, untuk memenuhi kebutuhan BBM yang terus meningkat, depot ini menghadapi kendala yaitu keterbatasan daya tampung tangki. Angka ketahanan stok BBM untuk produk premium, kerosene, dan solar pada depot ini juga dibawah 17 hari.
Untuk meningkatkan ketahanan stock tersebut, depot ini menghadapi kendala keterbatasan lahan. Selain itu, masalah yang dihadapi oleh depot ini adalah besarnya biaya pengadaan BBM dari tangker raksasa di Teluk Semangka yang cukup tinggi; yaitu sebesar Rp. 26.675,290.000,- per tahun (F.H. Wibowo, 2006).
Selain itu, kendala pengiriman BBM ke SPBU ke lokasi yang jauh atau di daerah pedalaman. Pada jalur ini banyak terjadi kendala karena selain melalui pipa, BBM yang diangkut dengan mobil tanki, kereta api, kapal laut tentunya tidak terlepas dari keadaan alam. Di samping itu juga seringnya terjadi penyelewengan seperti penyelundupan, pengoplosan dan penimbunan yang kesemuanya itu tentu akan mengganggu ketersediaan BBM di masyarakat. Kita tidak asing lagi mendengar istilah kapal “kencing di laut” yaitu penyelundupan minyak dari kapal Indonesia keluar negeri melalui kapal asing yang ditransfer di tengah laut atau berita-berita terungkapnya kasus penimbunan BBM.
Kendala yang dihadapi Unit Pengolahan Minyak Pertamina yang mencakup kilang Unit Pengolahan (UP) II Dumai, UP III Plaju, UP IV Cilacap, dan UP VI Balongan dengan sarana transportasi tanker dan atau pipa melalui Instalasi atau Depot Tanjung Priuk/Plumpang adalah belum efektif, efisien dan berkesinambungannya sistem distribusi bahan bakar di unit pengolahan tersebut.
Kendala di SPBU terlihat pada kasus kelangkaan BBM terutama premium dan solar masih dialami masyarakat karena kekosongan stok BBM di beberapa SPBU. Saat pengelola SPBU ditanya, mereka seenaknya menjawab kekosongan BBM karena belum datangnya pasokan dari Pertamina.
Pertamina beralasan kelangkaan BBM kali ini disebabkan adanya libur panjang akhir tahun dan masih terdapatnya kendala dalam aplikasi sistem baru pengadaan BBM secara online. Dari sisi supply kendala utama adalah ketersediaan minyak mentah -Crude oil- yang akan diolah oleh kilang Pertamina menjadi BBM. Saat ini dari 6 kilang Pertamina yang beroperasi -Satu kilang di Pangkalan Brandan telah ditutup- mampu mengolah minyak mentah lebih kurang 1 juta barrel perhari dari kebutuhan BBM 1,5 juta barrel perhari, sehingga sekitar 400.000-500.000 barrel harus diimpor baik dalam bentuk minyak mentah maupun BBM dengan harga internasional.
Dengan terjadinya penurunan produksi minyak mentah dan terbatasnya impor dari sisi Supply serta semakin bertambahnya konsumsi BBM dari sisi Demand maka terjadilah tarik menarik antara Supply dan Demand. Tetapi karena harga telah dipatok oleh Pemerintah maka tarik menarik Supply - Demand ini akan mengakibatkan terjadinya distorsi pada distribusi seperti terjadinya penyelundupan, pengoplosan dan penimbunan BBM karena di samping motif cari untung juga karena kekhawatiran masyarakat tidak mendapatkan BBM yang tentunya hal ini akan mengakibatkan terjadinya kelangkaan BBM di beberapa tempat.
Kelangkaan BBM di sejumlah daerah mengakibatkan beberapa SPBU tutup. Kelangkaan terjadi akibat adanya pengurangan pasokan dari Pertamina. Pada saat langka, rata-rata SPBU menjual bensin hanya tiga sampai empat jam, Antrean tampak semrawut karena pengendara saling berebut untuk segera dilayani. Akibat kelangkaan, sekarang harga bensin di tingkat pengecer melambung tinggi ( Sriwijaya Post - Selasa, 24 Februari 2009).
PEMECAHAN MASALAH
Berdasarkan kendala-kendala yang dihadapi, PT Petamina telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasinya. Upaya-upaya tersebut adalah:
Untuk memecahkan masalah keterbatasan daya tampung dan biaya pada depot Plumpang dan Merak, Pertamina sedang memikirkan alternatif pemecahanannya. Berikut ini dibahas Analisa Pendekatan dengan menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process yang disaran oleh F.H Wibowo (2006), yang meliputi tahapan berikut.
· Mengadakan Studi Pendahuluan
· Mengidentifikasikan Permasalahan
· Mengembangkan Hierarki Keputusan
· Mengevaluasi Hierarki Keputusan
· Mengolah Data
· Menganalisa Hasil Pembahasan
· Mengambil Kesimpulan dan Memberikan Saran
Kemudian dilakukan pengumpulan data melalui questionnaire yang ditujukan kepada 6 responden,yaitu Sub Dinas Perencanaan, Sub Dinas Pengembangan, Sub Dinas Distribusi, Urusan Personalia, Ka.Sub Dinas Pengendalian Operasi/Distribusi, dan SPBU34.0216-Tangerang.
Selanjutnya dengan menggunakan program komputer Expert Choice, dilakukan pengolahan data sehingga diperoleh prioritas alternatif pemecahan dengan melihat nilai bobot masing-masing elemen. Sehubungan dengan permasalahan yang terjadi, pemecahannya adalah dengan merencanakan Sistem Pengadaan dan Distribusi BBM yang Efisien dan Efektif.
Elemen-elemen yang terkait dalam Perencanaan Sistem tersebut adalah:
· Peningkatan Sarana dan Fasilitas
· Peningkatan Sumber Daya Manusia
· Peningkatan Sistem Operasi
Dari hasil penilaian, diperoleh prioritas dengan nilai tertinggi yaitu Program Peningkatan Sarana dan Fasilitas (bobot: 0.455). Dalam program ini dipilih:
Altematif I : Membangun Depot Satelit di lokasi BOTABEK, yang telah mempertimbangkan kriteria-kriteria :
· Ekonomis : harga lahan yang murah dan mudah dikembangkan
· Kedekatan dengan konsumen
· Sistem komunikasi yang lancar dan baik
· Tingkat Pelayanan kepada konsumen
· Tingkat Penerimaan BBM yang handal
Altematif H: Membangun Transit Terminal di Luar Merak, yang juga mempertimbangkan kriteria-kriteria:
· Ekonomis: harga lahan yang murah dan mudah dikembangkan
· Kedekatan dengan konsumen
· Sistem komunikasi yang lancar dan baik
· Tingkat Pelayanan kepada konsumen
· Tingkat Penerimaan BBM yang handal.
Pertamina sedang berupaya semaksimal mungkin melanjutkan distribusi BBM ke seluruh wilayah nusantara. Hal itu dilakukan untuk mengatasi kelangkaan BBM di beberapa wilayah yang disebabkan terjadinya delay pengangkutan BBM ke SPBU. penyebab hambatan distribusi BBM ke SPBU adalah masa libur panjang sejak perayaan Natal dan berlanjut hingga perayaan Tahun Baru, 1 Januari 2009. Selain itu, penyebab lainnya adalah penerapan sistem baru, yakni MySAP, yang belum dapat berjalan sempurna.
Upaya yang dilakukan Pertamina untuk mengatasi kondisi ini adalah dengan meneruskan distribusi BBM selama 24 jam dan memberikan kredit kepada pengusaha SPBU yang belum memiliki delivery order (DO) selama bank persepsi libur pada Sabtu dan Minggu. Kemudian, Pertamina juga melaksanakan contigency plan dengan menerapkan sistem manual sekaligus berkoordinasi dengan bank persepsi agar melayani transaksi selama libur.
Wilayah kerja penanganan sistem distribusi bahan bakar minyak dan gas bumi ini adalah wilayah kerja Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, yang meliputi Jakarta Pusat, Jakarta Utara. Jakarta Timur, Jakarta Selatan, dan Jakarta Barat. Wilayah kerja tersebut sebelumnya masuk dalam wilayah kerja Unit Pembekalan dan Pemasaran Dalam Negeri (Unit PPDN) III Pertamina, bersama dengan Propinsi Jawa Barat, Banten.
Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) untuk wilayah kerja DKI Jakarta, baik yang di Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Jakarta Utara disuplai dari kilang Unit Pengolahan (UP) II Dumai, UP III Plaju, UP IV Cilacap, dan UP VI Balongan dengan sarana transportasi tanker dan atau pipa melalui Instalasi atau Depot Tanjung Priuk/Plumpang.
Dalam sistem distribusi bahan bakar minyak dan gas untuk sektor transportasi terdapat kegiatan penerimaan, penimbunan dan penyaluran bahan bakar mulai dari instalasi atau depot sampai ke konsumen. Agar dapat mengelola sistem distribusi bahan bakar untuk sektor transportasi secara efektif, efisien dan berkesinambungan diperlukan adanya pengetahuan yang memadai bagi managemen Pemda DKI Jakarta terhadap kegiatan, sarana dan fasilitas serta sarana transportasi bahan bakar tersebut. Untuk lebih meningkatkan efektifitas sistem distribusi yang ada saat ini maka perlu dilakukan suatu studi optimasi pola distribusi bahan bakar secara integrasi untuk sektor transportasi, industri dan rumah tangga/komersial.
Dalam pendistribusian BBM, Pertamina terus mengupayakan sejumlah cara guna mempertahankan retail outlet-nya melalui pengiriman BBM zero loses dan evaluasi penerapan sistem win-win solution terhadap SPBU.
PENUTUP
Sebagai penutup dari makalah ini, maka akan disajikan kesimpulan dan saran:
A. Kesimpulan
Berbagai upaya telah dilakukan PT Pertamina dalam mengatasi kendala-kendala yang dihadapi dalam pendistribusian produknya.
1. Untuk memecahkan masalah keterbatasan daya tampung dan biaya pada depot Plumpang dan Merak, digunakan metode Analytical Hierarchy Process yang disaran oleh F.H Wibowo (2006).
2. Peningkatan perencanaan sistem dilakukan untuk meningkatkan kualitas secara menyeluruh meliputi:
· Peningkatan Sarana dan Fasilitas
· Peningkatan Sumber Daya Manusia
· Peningkatan Sistem Operasi
3. Melakukan sistem prioritas dalam mengatasi keterbatasan daya tampung.
4. Melakukan perluasan wilayah distribusi untuk mengatasi kelangkaan BBM. Selain itu juga Pertamina meneruskan distribusi BBM selama 24 jam dan memberikan kredit kepada pengusaha SPBU yang belum memiliki delivery order (DO) selama bank persepsi libur pada Sabtu dan Minggu. Kemudian, Pertamina juga melaksanakan contigency plan dengan menerapkan sistem manual sekaligus berkoordinasi dengan bank persepsi agar melayani transaksi selama libur.
5. Pertamina terus mengupayakan sejumlah cara guna mempertahankan retail outlet-nya melalui pengiriman BBM zero loses dan evaluasi penerapan sistem win-win solution terhadap SPBU.
1. Berbagai upaya yang dilakukan PT Pertamina sudah cukup baik, namun perlu adanya monitoring dan evaluasi terhadap upaya-upaya tersebut terutama dalam hal distribusi produk sehingga dapat berjalan dengan maksimal, efisien dan efektif.
2. Perlunya koordinasi dan sinkronisasi antarpihak dalam pelaksanaan distribusi dari kilang hingga ke konsumen.
3. Perlunya pengawasan yang ketat terhadap berjalannya distribusi baik melalui darat maupun laut sehingga tidak terjadi penyelundupan, penimbunan, pengoplosan dan sebagainya yang dapat merugikan semua pihak.
http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptsbmitb-gdl-fhwibowo-430
http://www.sripoku.com/view/6981/Kelangkaan_BBM,_Mengapa_dan_Salah_Siapa
http://bocahseptember.blogspot.com/2009/01/pertamina-jamin-distribusi-bbm-lancar.html
http://ngenet.web.id/harapan-diatas-kerja-keras-pertamina.html
http://www.ccitonline.com/mekanikal/tiki-print_article.php?articleId=77
Ward,Susan. Writing The Business Plan: Section 5. http://sbinfocanada.about.com/cs/businessplans/a/bizplanmarkplan_3.htm.
0 Response to "MASALAH-MASALAH YANG DIHADAPI DALAM PROSES PENDISTRIBUSIAN DENGAN METODE ONE-STAGE PADA SPBU"
Posting Komentar