Deregulasi Perbankan

A. 1 Juni 1983

Kebijakan deregulasi ini dikeluarkan oleh pemerintah untuk sektor moneter khususnya perbankan. Di dalam deregulasi ini terdapat 3 hal yaitu:

  1. Peningkatan daya saing bank pemerintah.
  2. Penghapusan pagu kredit.
  3. Pengaturan deposito berjangka.

Dengan adanya deregulasi tersebut, bank pemerintah bebas menentukan suku bunga deposito dan kredit karena pada saat itu suku bunga yang ditawarkan oleh bank swasta lebih tinggi yaitu sebesar 18% sedangkan bank pemerintah sebesar 14-15%. Hal tersebut dimaksudkan agar masyarakat yang memiliki dana yang tidak terpakai menjadi tertarik untuk menyimpan dananya di bank pemerintah.

Selain itu, dihapusnya campur tangan Bank Indonesia terhadap penyaluran kredit, memperkenalkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU). Aturan tersebut dimaksudkan agar minat usaha masyarakat di bidang perbankan terangsang.

B. 27 Oktober 1988 (Pakto 88)

Paket deregulasi ini merupakan aturan paling liberal yang diberikan oleh pemerintah di bidang perbankan. Kebijakan yang diberikan pemerintah antara lain:

  1. Mendorong perluasan jaringan keuangan dan perbankan ke seluruh wilayah Indonesia serta diversifikasi sarana dana.
  2. Kemudahan pendirian bank swasta baru, pembukaan kantor cabang baru, pemberian izin penerbitan sertifikat deposito bagi lembaga keuangan bukan bank, serta perluasan tabungan.
  3. Penurunan likuiditas wajib minimum dari 25% menjadi 2%.
  4. Penyempurnaan open market operation.

Contohnya adalah hanya dengan modal 10 milyar rupiah seorang pengusaha yang berpengalaman maupun tidak mempunyai pengalaman sebagai banker dapat mendirikan bank baru. Selain itu, bank-bank asing yang lama dan bank baru pun diizinkan untuk membuka cabang di enam kota.

Bentuk patungan antar bank asing dengan bank swasta nasional diizinkan. Dengan demikian, monopoli dana BUMN oleh bank-bank milik negara dihapuskan. Sementara untuk mendirikan bank perkreditan rakyat, modal yang dibutuhkan adalah hanya 50 juta rupiah. Kemudian beberapa bank di Indonesia menjadi bank devisa karena syarat untuk menjadi bank tersebut ringan.

C. Februari 1991 (Paktri)

Pemerintah mengeluarkan paket kebijakan deregulasi ini yang merupakan kelanjutan dari Pakto 88. Isinya sebagai berikut

  1. Ketentuan pengaturan perbankan dengan prinsip prudential.
  2. Pengawasan dan pembinaan kredit dilakukan dalam rangka mewujudkan sistem perbankan yang sehat dan efisien.
  3. Pemisahan antara kepemilikan bank dan manajemen bank secara professional.

Meningkatnya jumlah bank di Indonesia sejak munculnya Pakto 88 membuat kompetisi pencarian tenaga kerja, mobilisasi dana deposito dan tabungan menjadi tinggi. Karena bank terus dipacu untuk mencari untung, keamanan dalam penyaluran dana menjadi terabaikan yang mengakibatkan kredit macet. Hal ini mendorong dimulainya proses globalisasi perbankan. Salah satu tugasnya adalah berupaya mengatur pembatasan dan pemberatan persyaratan perbankan dengan mengharuskan dipenuhinya persyaratan mermodalan minimal 8 persen dari kekayaan. Dengan demikian diharapkan adanya penigkatan kualitas perbankan di Indonesia sehingga tidak terjadi lagi kasus kolapsnya Bank Perbankan Asia, Bank Duta dan Bank Umum Majapahit.

D. 29 Mei 1993 (Pakmei)

Paket deregulasi ini menyangkut beberapa hal, yaitu:

  1. Memperlancar kredit perbankan bagi dunia usaha.
  2. Mendorong perluasan kredit dengan berpedoman pada asas-asas perkreditan yang sehat, mendorong perbankan untuk menangani masalah kredit macet, mengendalikan pertumbuhan jumlah uang beredar & kredit perbankan dalam batas aman bagi stabilitas ekonomi.
  3. CAR (Capital Adequacy Ratio)/ rasio kecukupan modal diperlonggar.
  4. Pencanangan akan konsep kehati-hatian terhadap pengelolaan bank yang lebih menekankan kepada kualitas dalam pemberian kredit melalui penilaian kembali terhadap aktiva produktif bank-bank di Indonesia.

Dengan peningkatan CAR, bank dipastikan akan lebih leluasa untuk memberikan kredit. Selain itu pemerintah juga menyederhanakan ketentuan LDR (Loan Deposit Ratio) atau pemberian kredit kepada pihak ke tiga. Dengan ketentuan ini, bank hanya diberikan 20% untuk menyalurkan kredit kepada grupnya sendiri.

E. 7 Juli 1997

Paket deregulasi ini diikuti dengan Peraturan Pemerintah (PP) mengenai peneriamaan pajak dan retribusi daerah serta pembatasan pemberian kredit oleh bank-bank untuk pengadaan dan pengolahan tanah.

Pemerintah melarang bank umum di Indonesia untuk memberikan kredit baru untuk pengadaan dan pengolahan lahan. Dengan kata lain bank-bank umum tidak diperkenankan untuk memberikan kredit kepada pengembang untuk membuka lahan baru, kecuali untuk pengadaan rumah sederhana (RS) dan rumah sangat sederhana (RSS).

Kesimpulan: Beberapa paket deregulasi bank di atas yang dikeluarkan oleh pemerintah pada umumnya bertujuan untuk meningkatkan peran bank di dalam perekonomian Indonesia sehingga memudahkan masyarakat Indonesia untuk menghimpun dananya di bank. Di dalam paket tersebut juga terlihat kemudahan yang diberikan pemerintah kepada para pengusaha dalam mendirikan bank sehingga bank dapat dikenal masyarakat luas di Indonesia. Tetapi akibat dari bank di Indonesia yang jumlahnya meningkat tajam, keamanan menjadi terabaikan dan menyebabkan kredit macet sehingga pemerintah membuat kembali paket deregulasi untuk menangani hal tersebut.

Sumber: http://www.tempo.co.id/ang/min/01/52/utama3.htm

http://lulumaulina.blogspot.com/2009/10/deregulasi-perbankan-indonesia.html

http://mettamustika.wordpress.com/2009/10/12/paket-deregulasi-perbankan/

http://dewimutz.wordpress.com/deregulasi-perbankan-tahun-1970-1990/

tanggal unduh 15 Oktober 2010 jam 9.

Aldora Muhammad Fathu Rahman

25209669

2 EB 01

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "Deregulasi Perbankan"

Posting Komentar